Senin, 02 Maret 2015

Cerpen 02



Cium Pertobatan dan Cinta Kasih
Dony….!!!. Dony……….!!! Ada apa kamu nak???.. apa salah saya!!. Kamu tidak pernah berubah sikapmu! Dengarkan saya! Teriakan mamaku tidak kupedulikan. Aku cepat-cepat masuk ke dalam mobil. Dari kejauhan saya  juga melihat papa dengan wajah kecewa. Dan mama lari kedalam rumah sambil menangis dengan kuat. Tapi aku tak peduli situasi di pagi itu. Yang jelas aku mau ingin lari dari rumah. Aku lebih memilih bergabung dengan rekan-rekanku ketimbang situasi dirumah bak kapal pecah. Yeahh.. Aku memang anak remaja dewasa yang ga mau diatur kayak anak kecil lagi. Omelanku menggoda temanku di mobil tertawa terbahak-bahak.. “Haaa…Dony..Dony…Dony… kamu memang pandai akting di rumah”. Sambung Denis. “ Ngapain kamu bersikap seperti itu dengan papa dan mamamu!  Kitakan bukan anak kecil lagi! Haaa hari gini masih ada ya gaya nasehat seperti itu haaa!!!” Ejekan Tony semakin memojok perasaanku saat itu. Sialan kalian!! Busyet!!! “Sudahlah pokoknya gua mau bebas kayak kalian!!.
Ketika malam hari aku pulang ke rumah lagi, dan keluarga tetap dengan ramah mengajak  aku untuk makan bersama di malam itu. Saya begitu lahap dengan menu yang disediakan oleh mama. Tetapi rasanya ada yang ga beres dalam kebersamaan dengan mereka. Menu mie pangsit pun terasa pahit bagiku. Sungguh ada yang ga beres dengan orang tuaku. Aku terlalu egokah? Pikirku dalam hati. Tetapi mengapa papa memandang saya dengan tatapan menuduh?  Sadis benar sih Papa nih! Bathinku saat itu sambil melirik ke piring adik sebelahku. Mengapa tak ada satu katapun yang keluar dari papa kalau saya sedang mengecewakan mereka? Papa sepertinya  diam dengan penuh misteri. Aku pikir biarlah papa dan mama semakin jauh dariku. Untuk apa saya menikmati malam bersama keluarga tak ada satu senyum pun yang bisa menghiasi menu di malam itu. Aku semakin cuek dan sepertinya memang sengaja aku acting tidak peduli dihadapan mereka.
“Papa dan mama nih ga ngerti dengan perasaanku”. Aku dikekang kayak penjara aja nih hidup ini. Papa selalu mengintip saya dari bilik tirai saat saya asyik tidur-tiduran di sofa. Sambil tertawa ria  aku chating dengan teman-temanku, untuk mengimbang kejengkelan terhadap sikap papa. Sepertinya papa terasa jauh dari hadapanku. “Bro… Dony.. Let’s go boy!!” Teriakan satu team basket memanggilku dengan gembira di pagi itu. Oke boy!! Da.aa Papa.. da.aaa Mama saya pergi lagi. Tiap hari kerjaku hanya kumpul dengan teman-teman tanpa memikirkan bagaimana masa depanku nanti. “ Hari itu juga semaki lesu semangat hidupku! Aku kecewa dengan teamku! . Masa competisi basket kali ini kalah lagi! Pada hal persiapan kita udah satu tahun. Wahh kalian mematahkan semangatku coi… tulis statusku di twitter, mengundang kicauan miring dari dari teman-temanku.
Doorr!!… gebrak!!… ini sudah tengah malam Dony!!!. Jam segini orang sudah tidur terlelap dari kerjanya!!  Malahan kamu asyik dengan Handphone tanpa menghiraukan papa lagi!” Mulai sekarang tidak ada lagi makan di tengah malam. Kata-kata papa seperti sambaran petir ditelingaku. Entah setan apa yang menggodaku malam itu aku langsung mendorongnya sekalian  melemparkan semangkok nasi panas ke mukanya. Anak durhaka kamu ya!! Keluar!! Dan jangan ada tanpang muka kamu lagi di rumah ini!!” aku cepat lari dan lompat lewat jendela belakang rumah dan untungnya ada temanku yang bersedia tumpangan  bagiku dimalam itu.
“Huhhh…..Kalau ga konflik seperti ini, belum tentu aku kuat menghadapi masalahku”. “Aku juga tidak tahu memecahkanya! Keselku sambil menghirup sebatang rokok kesayangaku saat itu. Ya, aku ga bisa tidur hingga pagi memikirkan kemarahan papa. “Bakalan ga kulupakan selamanya, dari peristiwa ekstrem ini!!!”” Terikan suaraku begitu meggema hingga temanku terbangun dari lelap tidurnya di saat itu. Aku harus mandiri!!! Aku tidak mau merepotkan mereka lagi. Saya berjanji demi rasa kehormatan sebagai remaja yang bertanggung jawab atas hidupku. Keesokan harinya aku berangkat kerja. Ahh.. kerjanya dibangunan hotel gini, aku tidak suka !! Kesalku sambil mengepalkan tangan didadaku. “Tuhan jangan menguji aku  dong! Mengapa memberikan pekerjaan seperti ini!!  Lepaskan aku dari derita ini! Gugatku pada Tuhan di pagi itu. Jujur bahwa  aku ingin  suatu tantangan baru sesuai dengan kemampuaku. Aku merasa ga nyaman pekerjaan seperti ini. Dan ini  bukan pilihanku. Aku sebenarnya di dunia panggung hiburan. Dunia entertaitment. Entah kenapa nasibku bisa berubah seperti ini. Tetapi saya tetap bersyukur kepada Tuhan karena hampir setahun saya menikmatinya meskipun hati saya bercokol atas nasibku ini. Cetusku sambil membolak balik album kenangan bersama keluarga besarku.
Suatu hari, saya mengalami despresi. Aku mulai membayangkan kasih sayang papa dan mama di masa kecilku. Aku merindukan lagi bagaimana Papa seorang dokter yang penuh perhatian kepada saya. Aku ingin lagi  papa yang setia mengajar saya berjalan, lari, hingga menjadi  driver yang smart. Kenangan itu menjadi kilas balik yang tidak bisa terulang lagi. Saat itulah saya baru sadar kalau saya jatuh dari hotel lantai 5  dan saya memang posisi di Rumah sakit kala itu. “Tidak! Tidak!! Oh no!! “Tidak dokter!” Saya tidak mau hidup seperti ini!! Aku tidak siap menerima penderitaan ini!!. Ketika dokter dan perawat meninggalkan aku sendirian di kamar, aku berjuang sekuat tenaga untuk melepas infus yang mengganggu aku untuk bernapas. “Aku mau mati dok!! Saya tidak mau mengecewakan orang yang mencintaku selama ini!!. Papa… mama… dimana kalian!! Kalian jahat!!! Kenapa kalian melahirkan saya dengan menderita seperti in!!i. Setiap pagi saya diteraphi oleh dokter untuk bisa berjalan normal seperti biasa, namun sakitnya luar biasa, seperti sendi terlepas semua dari sambungan otot kakiku. Sungguh Tuhan menguji saya dengan menderita seperti ini. Apakah Sakitku ini sebagai awal pertobatanku?. Apakah melalui derita orang baru bertobat? Gumulku dalam hati sambil mata memandang kosong di rumah sakit saat itu. Makanan yang mama bawa pun saya tidak menyentuhnya. Pulang kalian!! Pulang!! Saya tidak butuh kasih sayang kalian!!.  Biarkan aku sendiri di sini!! Aku melihat mama dengan air mata berlinang dan tak  bisa dibendung lagi untuk merangkul aku. Aku terasa  sekali dekapan dan sentuhan tangan mama, seolah-olah  tidak mau saya menderita berkepanjangan di Rumah sakit.
Kira-kira pukul 09.00 pagi, tiba-tiba ada lelaki yang begitu kuat menggedong saya dan mengajar saya untuk berjalan perlahan-lahan. Aku berteriak dengan keras jangan lakukan itu. Mendingan racuni aku supaya saya tidak hidup seperti ini. Aku digendong dari rumah sakit hingga merebah tubuhku di kamar yang begitu lama aku tinggalkan. Lelaki itu ternyata papaku. Teriakanku semakin kuat hingga Papa tidak mau lepas tanganku dari dekapannya.  Please.. papa lepaskan aku dari genggamanmu!!. Papa… Mama…. !! aku minta maaf!!. Aku berjalan terseok-seok  menuju meja makan. Menu itu ternyata menyadarkan saya kalau hari itu adalah hari kebersamaan keluarga besarku. Menu Sam sip puam adalah menu yang istimewa dalam perayaan hari itu Pa.ma.. Akong.. Ama… kakak adik makan ya. Maafkan aku untuk segalanya . Hari itu menjadi sukacita yang terbesar dalam hidupku dan memang di hari Imlek itulah aku merasa sukacita kasih sayang Tuhan dan Orang tuaku.  “GONG XI FA CAI”  ke 2566 ya Papa dan Mama”. Ku cium tangan mereka dengan penuh cinta kasih, sebagai cium pertobatan dan cinta kasihku pada mereka. (bruf)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar